Sejak lulus S1 di tahun 2006, saya selalu punya cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. Waktu itu rencana saya setelah lulus adalah bekerja selama kurang lebih tiga tahun, kemudian mencari beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Mengapa bekerja dulu dan tidak langsung lanjut kuliah? Karena rata-rata beasiswa mewajibkan kita memiliki pengalaman kerja sekitar tiga …
our journeys
25 RESULTSMulan dan Sulitnya Menjadi Diri Sendiri
Kita hidup pada masa di mana citra adalah segalanya. Di media sosial, kita bisa menciptakan image apa saja sesuai dengan apa yang kita mau. Di masyarakat, kita dinilai dari penampilan, baju yang kita kenakan, tas apa yang kita bawa dan mobil apa yang kita kemudikan. Kita dinilai dari semanis apa mulut kita bisa berkata, bukan pada esensi yang kita sampaikan.
10 Tahun
Ketidakcocokan dalam pernikahan adalah sebuah keniscayaan. Mencoba untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing adalah perjuangan.
Kepindahan dari Karachi ke Bucharest
Tuhan bekerja dengan cara yang ajaib. Dia akan tetap mengingat cita-cita lama yang kita catat, meski kita sendiri lupa akan mimpi itu. Sedikit cerita dari saya, untuk sekadar mengingatkan agar tetap bermimpi.
Satu Hari di Sunday Bazaar
Sunday Bazaar selalu menarik perhatian saya. Pasar loak raksasa ini selalu menyenangkan untuk dijelajahi. Perjalanan belanja saya pada hari Minggu lalu, ternyata membawa pada petualangan baru. Hari itu, saya bertemu dengan seseorang yang istimewa. Seorang Hazara yang membawa dagangannya dari negeri para Mullah. Negeri yang dengan mendengar namanya saja telah membuat kita bergidik: Afganistan.
Pagi Tak Lagi Sama di Pakistan
Awalnya saya pikir, hari itu adalah hari yang biasa dan diisi dengan berbagai kegiatan rutin. Namun saya belum tahu, betapa beruntungnya saya dapat menjemput Shirin dalam keadaan ceria siang itu. Karena di ujung utara Pakistan, di tanah yang sedang sama-sama kami pijak, ratusan orang tua murid lain sedang menangisi kepergian anak-anak mereka.
Kisah Sebongkah Garam dari Himalaya
Alkisah pada abad ke-15, Aleksander yang Agung telah berhasil menguasai Persia. Kemudian ia bermaksud untuk menaklukkan wilayah-wilayah lain di subkontinen India. Ketika pasukannya melewati daerah Jhelum dan Miawali, kuda-kuda yang dikendarai pasukannya serta merta menjilati bebatuan dan bukit yang mereka lewati.
Orang Pakistan yang “Hangat”
Tak terasa sudah satu bulan saya menetap di Karachi, Pakistan. Sedikit banyak saya mulai mempelajari budaya masyarakat setempat yang sangat menarik. Ada yang mengatakan, iklim setempat sangat memengaruhi watak masyarakat. Misalkan masyarakat Eropa yang cenderung dingin, seirama dengan iklimnya yang juga dingin. Masyarakat Indonesia yang hangat dan kekeluargaan, tidak terlepas dari iklim Indonesia yang hangat sepanjang tahun. Dan iklim Pakistan yang sangat panas di musim panas, sepertinya juga ikut membuat masyarakatnya menjadi hangat…hmmm dan terkadang terlalu hangat.
Pohon Ketapang Dubes Lutfi Rauf
“Dulu disitu ada pohon Ketapang tapi udah mati, 80 tahun (usia) pohon itu” ujar Duta Besar RI untuk Kerajaan Thailand, M. Lutfi Rauf, sambil menunjuk ke arah sebuah lokasi pohon yang terletak di halaman belakang yang luas dari Wisma Indonesia yang berlokasi di pusat kota Bangkok. “Tapi sekarang pohon mati bisa hidup lagi Pak Konjen,” selorohnya sambil tersenyum kecil kepada Konjen RI di Karachi dan saya.
Perkenalan dengan Karachi
Bom, pembunuhan berencana, penculikan, penembakan dan hal-hal jelek berkecamuk di kepala saya saat saya menerima keputusan penugasan yang di Kementerian Luar Negeri, yang kami kenal dengan ‘slip merah’. Sama sekali sulit untuk memikirkan hal-hal baik tentang Karachi. Kota yang saat itu akan saya tuju untuk menjalani penugasan pertama sebagai diplomat.