Saya berhutang satu tulisan, kepada semua perempuan yang akan atau berencana melahirkan malaikat kecil dari rahimnya. Seharusnya saya menuliskan ini satu tahun yang lalu, ketika malaikat kecil saya baru saja dikirimkan Tuhan ke dunia. Tapi Karena berbagai alasan, saya selalu lupa untuk menuliskannya. Dan sekarang baru sempat terlaksana.
Ini adalah tulisan tentang sebuah proses untuk melanjutkan species kita: manusia. Ini tulisan tentang sesuatu yang sudah ada sejak zaman Adam dan Hawa, yaitu melahirkan keturunan kita. Jika perempuan memutuskan untuk berhenti melahirkan, lenyaplah species kita dari muka bumi ini. Namun untuk waktu yang lama sekali, sejauh ingatan yang bisa saya gali…saya selalu mendengar pengalaman-pengalaman mengerikan seputar melahirkan.
Dari sinetron di TV, dari teman dan kerabat yang baru melahirkan, bahkan dari Ibu saya sendiri. Sebagian besar orang yang pernah melahirkan mengatakan: melahirkan itu SAKIT! Bahkan ada seorang teman saya yang lebih ekstrim lagi mengatakan, “Melahirkan itu pasti sakit! Kalau ada yang bilang melahirkan itu tidak sakit, berarti dia bohong!”
Dan lebih serunya lagi, setiap perempuan yang habis melahirkan…pasti menceritakan pengalaman heroiknya itu kepada teman-teman atau adik-adik perempuannya. Menceritakan betapa dia telah hampir saja menemui sakratul maut ketika melahirkan…kemudian mereka mampu melewati semuanya. Akhirnya cerita-cerita horror seputar melahirkan menjadi seperti urban legend yang menghantui setiap perempuan muda. Diceritakan berulang-ulang secara berantai dari satu mulut ke mulut lainnya. Di alam bawah sadar kita, memori paling dalam di otaknya merekam pesan-pesan itu: bahwa melahirkan adalah proses antara hidup dan mati yang luar biasa sakit.
Saya ingin bercerita, tanpa bermaksud mengecilkan peran ibu ketika melahirkan anaknya. Jelas bahwa melahirkan bukanlah proses main-main dan mudah. Mengeluarkan anak dari liang rahim memang tak semudah mengeluarkan ingus dari liang hidung. Sebagai buktinya, dalam agama Islam Ibu adalah sosok yang sangat mulia. Saking mulianya, ibu yang meninggal dalam proses melahirkan dinobatkan sebagai seorang syahida. Semulia orang yang mati karena berjuang di jalan Allah, maka ia akan masuk surga melalui jalan tol tanpa dihisab!
Namun benarkah melahirkan itu selalu menyakitkan? Saya bisa mengatakan, tidak selalu menyakitkan. Karena saya sendiri pernah mengalami melahirkan yang luar biasa indah dan nikmat.
PENGALAMAN PERTAMA, PELAJARAN BERHARGA
Saya akan memulai cerita dari pengalaman pertama melahirkan anak pertama saya, yang sekarang berumur hampir 7 tahun. Ketika itu, saya dan suami baru saja menikah. Kami menyewa sebuah apartemen kecil di Kelapa Gading dan mencoba untuk hidup mandiri terpisah dari orang tua kami. Hanya sekitar satu bulan setelah menikah, saya mendapati test pack yang baru pertama kali saya gunakan sudah bergaris dua. Saya tercenung sejenak melihatnya, apakah ini benar? Ini pertama kali saya memakai test pack, apakah saya menggunakannya dengan cara yang benar? Benarkah saya sudah hamil?
Berdasarkan saran dari teman-teman saya, tunggulah beberapa minggu lagi untuk mengecek ke dokter. Karena kalau sekarang saya langsung memeriksakannya ke dokter, kemungkinan besar janin itu belum akan terlihat. Maka saya dan suami menunggu beberapa minggu sebelum memeriksakan diri ke dokter.
Beberapa minggu kemudian, kami memeriksakan diri ke dokter. Dan ternyata hasilnya memang saya hamil. Dokter memberikan beberapa saran untuk menjaga kehamilan saya. Kehamilan ini kami sambut dengan sukacita. Saya mencari banyak sekali informasi mengenai kehamilan, tentang bayi, tentang menyusui, bahkan tentang menu masakan untuk bayi. Namun satu hal yang tidak saya lakukan saat itu (dan sangat saya sesali saat ini), saya kurang sekali mempersiapkan secara fisik dan mental mengenai persiapan menghadapi persalinan. Entah mengapa, saat itu saya sangat percaya diri kalau saya bisa melahirkan normal. Saya berpikir, persalinan adalah proses alami yang bahkan kucing dan anjing bisa melakukannya dengan baik tanpa persiapan. Ternyata ini salah besar.
Pada usia kandungan 38 minggu, saya terbangun pukul 02.00 dini hari. Saya merasa ingin buang air kecil. Saat hamil besar, memang intensitas buang air kecil sangat sering, Karena kandung kemih kita sudah mulai terhimpit sang jabang bayi. Ketika buang air kecil, saya melihat ada lendir darah di celana dalam saya. Saya pun segera tahu, kalau bayi saya akan segera lahir. Namun saat itu saya belum merasakan kontraksi apapun.
Saya segera membangunkan Reza, suami saya. Reza yang juga tidak punya pengalaman apapun dalam hal mendapingi persalinan pun langsung mengantarkan saya ke rumah sakit. Sekitar pukul 03.00 dini hari, kami tiba di rumah sakit. Perawat jaga pun segera memeriksa saya. Saat itu ia memeriksa bukaan dengan memasukkan jarinya ke jalan lahir. Saya terkejut, Karena baru kali itu saya tahu…bahwa seperti itu caranya memeriksa bukaan. Saya takut dan tegang, sehingga pemeriksaan bukaan pun terasa sangat sakit. Setelah diperiksa, dinyatakan saya baru mengalami bukaan 1. Namun pihak rumah sakit menyarankan saya tetap tinggal di rumah sakit untuk menunggu bukaan langkap.
Saya kemudian masuk ke ruang perawatan dan disarankan untuk tidur, tapi saya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran saya sibuk membayangkan proses persalinan bagaimana yang akan saya lalui. Ketika masuk waktu solat subuh, saya lalu solat subuh dan kemudian mandi bersih. Pada pukul 08.00 pagi, suster datang kembali memeriksa bukaan saya. Katanya baru bukaan 2. Pada saat itu saya juga belum merasakan kontraksi yang intens.
Namun menjelang siang hari, saya sudah mulai merasakan nyeri. Namun pembukaan berlangsung lambat…hingga pukul 20.00 saya baru memasuki bukaan 6. Saat itu jangan ditanya bagaimana rasanya. Baru bukaan 5 saja saya sudah menitikkan air mata menahan nyeri dan saya sudah tidak sanggup berjalan lagi.
Kemudian saya dibawa masuk ke ruang bersalin. Saya takut melihat ruang bersalin yang dengan berbagai peralatannya yang menurut saya horror! Kemudian saya ditinggal oleh bidan jaga, padahal saat itu saya merasa sangat perlu ditemani…Karena saya tidak tau apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi rasa sakit ini.
Bidan hanya mengatakan, biasanya setiap satu bukaan akan memakan waktu 1 jam. Saya pikir…”APAAA??!!!” berarti kalau sekarang baru bukaan 6, berarti anak saya baru akan lahir saat tengah malam nanti? Padahal saya rasanya sudah tak sanggup lagi menahan sakit. Saya merintih, melolong, menangis, terkaing-kaing, you named it! Saya melakukan itu semua. Saya hanya ingin anak saya segera lahir agar rasa sakit ini segera pergi dari tubuh saya. Sakit yang menjalar dari ujung rambut dan ujung kaki tak tertahankan. Sakit yang saya rasakan sudah di luar ambang batas yang bisa saya terima.
Akhirnya…malaikat pertama kami lahir pukul 00.57 dini hari. Dia cantik luar biasa…kami memutuskan untuk memberinya nama Shirin, yang berarti perempuan yang manis dan memesona. Total proses melahirkan Shirin sejak bukaan 1 hingga ia lahir ke dunia adalah sekitar 22 jam. Dan saya bisa mengatakan, itu adalah 22 jam terpanjang dalam hidup saya, 22 jam paling menyiksa, 22 jam paling mengerikan.
Selama bertahun-tahun, proses melahirkan yang menyeramkan itu terus terpatri dalam memori saya. Saya sempat berniat untuk hanya memiliki satu anak saja, Karena saya tidak sanggup jika harus melewati semua proses itu lagi: proses pengecekan bukaan yang perih, episiotomy yang menjadi mimpi buruk (bagi yang tidak tau episiotomy silakan googling ya, saya ngga tega menjelaskannya di tulisan ini), hingga proses penjahitan yang juga sangat tidak menyenangkan.
Selain itu, saya dan suami saya juga masih harus melalui proses pascamelahirkan yang panjang. Saya mengalami baby blues yang membuat asi saya tidak lancar dan Shirin rewel luar biasa karena tidak mendapat cukup asi. Kemudian shirin mengalami hyperbilirubin atau jaundice atau kuning dan sempat dirawat di rumah sakit selama 4 hari, ketika itu ia baru berusia 7 hari.
PROSES MELUPAKAN TRAUMA MELAHIRKAN
Serentetan kisah itu tidak mudah dilupakan. Ketika Shirin sudah berusia sekitar 3-4 tahun, saya sangat menikmati kebersamaan dengannya. Dan saya pikir, satu anak sudah sangat cukup untuk saya dan Reza. Kami sudah sangat bahagia dengan adanya Shirin dalam keluarga kami, jadi tidak perlu memiliki anak kedua, tidak perlu menjalani peristiwa-peristiwa yang bagi saya adalah mimpi buruk. Bahkan untuk mengingat proses melahirkan itu pun saya sudah tidak mau lagi.
Namun…waktu berjalan, keadaan dan manusia pun dapat berubah. Suami saya mendapatkan tugas pertamanya untuk bekerja di kota Karachi, Pakistan. Keamanan kota Karachi yang memang kurang kondusif membuat saya semakin tidak berpikir untuk memiliki anak kedua. Tapi pada masa ini, Shirin mulai merasa kesepian. Dia tidak memiliki banyak teman di Karachi. Dia terlalu cepat merasa bosan pada mainan-mainannya, secepat ia meminta mainan baru sebagai obat penawar rasa bosannya.
Kemudian ia mulai merengek meminta seorang adik demi menjadi temannya melewati masa-masa yang sunyi. Tapi hati saya masih belum terbuka untuk mengulangi kembali proses melahirkan yang menyeramkan.
Hingga kemudian Tuhan bekerja dengan caranya yang ajaib. Secara mengejutkan, suami saya dimutasi ke negara lain, yaitu ke kota Bucharest di Romania. Kabar ini saya terima dengan sukacita. Kami pun segera mempersiapkan kepindahan.
Singkat cerita, keluarga kecil kami pindah ke Romania, negara kecil di Eropa TImur yang terlalu tenang dan nyaman untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Saya jatuh cinta pada kota Bucharest dan saya pun mulai mempertimbangkan, ini tempat yang cocok bagi saya untuk mewujudkan mimpi Shirin memiliki seorang adik.
Setelah lebih dari lima tahun, akhirnya saya memberanikan diri untuk melepas alat kontrasepsi. Saya kemudian memeriksakan kesehatan kandungan saya dengan melakukan pap smear. Hasil pap smear baik, namun ada peradangan di Rahim saya yang membuat dokter memberikan obat yang harus saya gunakan selama 12 hari.
Saya pun mulai menggunakan obat tersebut. Namun sebenarnya saat itu sudah masuk jadwal tamu bulanan datang. Karena tamu bulanan itu tak kunjung datang, saya tetap menggunakan obat itu sesuai petunjuk dokter. Hingga hari kesembilan saya menggunakan obat, tamu bulanan saya tak kunjung datang.
Saat itu saya dan keluarga tengah berlibur ke kota Brasov dan Bran yang berada di wilayah Transylvania. Di kota Bran, kami mendatangi kastil Bran yang juga dikenal sebagai kastil Drakula. Sepulangnya dari Bran dan menuju kota Bucharest, kami mampir di kota Pitesti untuk makan siang di sebuah mall. Di mall inilah, saya membeli test pack. Karena saya semakin curiga akan tamu bulanan yang tak kunjung datang juga.
Di luar dugaan, ternyata test pack itu membentuk dua garis yang berarti saya hamil! Saya kalut bukan buatan. Saya teringat akan obat dari dokter yang hingga malam tadi masih saya gunakan. Saya tahu persis, obat untuk mengobati radang Rahim itu tidak boleh digunakan untuk perempuan yang sedang hamil. Sedangkan saya sudah menggunakannya selama 9 hari!
Saya pun mengabarkan kehamilan saya dengan perasaan yang campur aduk kepada Reza. Namun seperti biasa, Reza selalu menganggap ringan semua masalah. Reza bilang, “Coba telpon aja dokter kandungan kamu, bilang kamu hamil…tapi masih pake obat yang kemaren dia kasih.”
Saya pun mengontak dokter kandungan saya. Saya telepon beberapa kali, namun ia tidak menjawab, mungkin karena saat itu hari Minggu. Kemudian saya mengirimkan sms kepadanya yang menjelaskan duduk perkaranya.
Dokter itu bernama Dr. Maria Georgescu, dokter senior yang sangat lembut jika berbicara. Dalam smsnya dia meminta saya untuk datang ke tempat praktiknya hari Senin keesokan harinya, dan dia bilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan…tidak akan terjadi hal buruk karena obat itu. Saya pun merasa sedikit tenang atas balasan smsnya.
Keesokan harinya, saya pun memeriksakan kandungan saya. Berdasarkan pemeriksaan dr. Maria Georgescu, saya memang hamil dan kehamilan saya sehat! Betapa senangnya!!! Dr. Georgescu berpesan agar saya tidak mengkonsumsi makanan laut, Karena menurutnya makanan laut yang ada di Romania tidak terlalu segar.
Selanjutnya, saya mulai membuat perencanaan untuk menyambut malaikat kecil saya yang kedua. Saya tidak ingin “mimpi buruk” seperti proses kelahiran Shirin kembali terulang. Karena itu, kali ini saya ingin mempersiapkan kelahiran bayi saya dengan sebaik-baiknya. Hal pertama yang saya lakukan adalah, saya mencari hypnobirthing trainer yang bisa berbahasa Inggris, karena tidak mudah mencari orang Romania yang bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Dari hasil berselancar di dunia maya, saya mendapatkan kontak Andreea Dascalu. Ia adalah seorang trainer Hypnobirthing dengan menggunakan metode Mongan yang bersertifikat, dan dia membuka kelas dalam bahasa Inggris.
Saya sangat beruntung, Karena Reza mendukung apapun yang saya inginkan. Dia mempersilakan saya melakukan apapun yang saya inginkan, agar saya bisa melahirkan dengan nyaman. Kami pun mengikuti kelas hypnobirthing bersama. Andreea mengajarkan teknik-teknik relaksasi yang bisa membuat kita nyaman selama persalinan.
Dari kelas hypnobirthing ini saya belajar, bahwa musuh utama ibu hamil adalah: RASA TAKUT. Rasa takut akan meningkatkan tensi kita, kemudian tensi akan menimbukan rasa sakit, dan rasa sakit akan menimbulkan rasa takut. Ini adalah lingkaran setan yang terus berulang dan harus diputus. Namun, stigma tentang melahirkan yang pasti sakit itu sudah tertanam di alam bawah sadar kita…yang diceritakan sebagai urban legend, yang membuat kita secara tidak sadar sudah memiliki “data” di otak bahwa melahirkan adalah sesuatu yang menyakitkan.
Siklus lingkaran setan ini harus diputus. Kita harus mempersiapkan persalinan dengan baik. Sehingga pada saatnya melahirkan, kita akan menghadapinya dengan tenang. Dengan perasaan yang tenang, hormon oxytosin dalam tubuh kita akan meningkat, sehingga bayi akan lahir ke dunia dengan nyaman, tenang…dan tanpa rasa sakit! Tanpa rasa sakit? Ya, melahirkan tanpa rasa sakit ternyata bisa!
Is it sounds too good to be true? Sebenarnya tidak juga…coba ingat kembali minority report atau cerita minor yang pasti sebenarnya pernah kamu dengar. Pernahkah kamu membaca berita seorang ibu yang melahirkan anaknya di angkot? Atau di kamar mandi? Si ibu merasa seperti ingin buang air besar dan kemudian makhluk kecil itu meluncur keluar dari rahimnya begitu saja. Tanyalah padanya, apakah ia merasakan sakit ketika melahirkan? Niscaya ia akan mengatakan “Rasanya seperti mau buang air besar saja.”
Namun sayangnya, cerita yang merupakan kabar baik bagi perempuan itu hanya dianggap sebagai minority report oleh otak kita. Yang lebih banyak diolah dan diproses adalah sang majority report, yaitu orang-orang yang mengatakan bahwa melahirkan adalah proses yang menyakitkan.
Singkat cerita, saya menyelesaikan kelas hypnobirthing bersama Andreea. Namun Andreea menyarankan saya untuk tetap mempraktikkan hypnobirthing di rumah, dan juga melakukan latihan napas. Selain itu, ia juga menyarankan saya untuk melakukan latihan fisik. Andreea memperkenalkan saya dengan Bidan Vania Limban. Dia adalah seorang bidan independen di Bucharest yang aktif memberikan pelatihan bagi Ibu hamil. Selain itu, Andreea juga memperkenalkan saya dengan dokter hebat yang banyak membantu saya mewujudkan proses melahirkan yang nyaman. Dia adalah dr. Corina Stoica.
Bersama Vania, saya mengikuti senam hamil. Namun jangan bayangkan senam hamil ala Vania adalah senam hamil seperti di Indonesia yang berkeringat pun tidak. Jika sudah mengikuti kelas Vania, dijamin kita pasti berkeringat hehehe… Yang saya lakukan di kelas persiapan melahirkan bersama Vania adalah melatih perineum. Perineum adalah otot yang berada di antara vagina dan anus. Ukurannya memang cukup kecil, hanya sekitar 2-3 cm saja. Tapi ini adalah otot yang sangat berperan penting dalam persalinan. Karena si perineum mungil ini, bisa merekah dengan elastis yang membuat bayi bisa keluar dari jalan lahir.
Jika tidak dilatih, perineum kita akan menjadi kaku. Perineum kaku akan membuat dokter melakukan episiotomy. Atau jika dokter tidak melakukan episiotomy, otot ini rentan menjadi robek ketika dilewati oleh bayi. Namun Tuhan memang Mahahebat, Dia menciptakan perineum yang bisa dilatih untuk menjadi elastis, sehingga tidak robek dalam proses melahirkan. Caranya agar menjadi elastis adalah melakukan senam kegel atau pijat perineum. Di zaman serba canggih seperti ini, ada alat khusus yang bisa melatih elastisitas perineum, nama alat ini adalah EPI-NO. Saya melakukan semuanya, saya melakukan senam kegel, pijat perineum dan melatih elastisitas perineum dengan EPI-NO.
Memang cukup panjang persiapan saya untuk mewujudkan proses melahirkan yang nyaman. Tapi percayalah, semesta akan mendukung usaha kita untuk menyambut kedatangan malaikat kecil di dunia ini dengan damai.
Selain latihan-latihan yang saya sebutkan tadi, saya juga rutin melakukan renang dan jalan kaki selama hamil, terutama di trimester akhir. Saya beruntung karena di Bucharest saya dapat menemukan kolam renang yang nyaman untuk berlatih berenang serta dimanjakan dengan taman-taman cantik bebas polusi untuk berjalan kaki.
BAYI YANG DITUNGGU
Musim semi adalah musim yang paling indah sepanjang tahun, dimana kuncup bunga bermekaran, matahari bersinar hangat dan serbuk sari terbang menari ditiup angin. Anak kedua kami diprediksi akan lahir pada musim semi 2016. Betapa beruntungnya…malaikat kecil kami akan tiba di dunia disambut oleh bunga tulip dan mawar yang bermekaran.
Di Romania, kelahiran anak adalah sesuatu yang harus direncanakan. Jika kita tidak memiliki asuransi, maka biaya melahirkan harus sudah dilunasi maksimal pada minggu ke-28 kehamilan. Kita harus sudah memiliki bayangan, apakah mau melahirkan dengan cara normal atau Caesar? Karena ini berpengaruh pada jumlah pembayaran yang harus dilunasi.
Saya selalu mengatakan ingin melahirkan dengan cara normal, tanpa epidural. Keputusan ini seringkali membuat orang mengernyitkan dahi. Bahkan dokter saya pun mempertanyakan keputusan saya. “Kamu yakin tidak mau menggunakan epidural? Maksud saya, kalau kamu bisa melahirkan tanpa rasa sakit, saya adalah orang pertama yang mendukung. Tapi kalau kamu tidak tahan pada rasa sakitnya, jangan ragu untuk menggunakan epidural. Saat ini zaman sudah canggih, apa salahnya menggunakan epidural?” begitu kata dr. Corina Stoica pada suatu sesi konsultasi dengannya.
Tapi saya menjawab, “Proses melahirkan pertama saya memang tidak mudah, tapi saya berhasil melaluinya tanpa epidural. Kalau pertama kali saya bisa, kenapa kali ini saya tidak bisa? Saya akan memberi tahu kalau saya memang membutuhkan epidural. Tapi untuk saat ini, saya belum berpikir untuk menggunakan epidural.”
Selain itu, saya masih berkonsultasi dengan Andreea Dascalu, pelatih hypnobirthing saya. Saya memintanya untuk menjadi doula atau pendamping persalinan saya. Pengalaman pertama melahirkan, saya merasakan sakit yang luar biasa dan tidak tau bagaimana caranya untuk menghilangkan rasa sakit saya. Dengan adanya Andreea di samping saya, saya merasa nyaman Karena dia pasti memiliki banyak cara untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang mungkin akan saya hadapi.
Tanpa terasa, kehamilan saya sudah memasuki minggu ke-38, namun belum ada tanda-tanda si jabang bayi akan lahir. Andreea mengatakan, minggu depan adalah bulan purnama. Biasanya akan banyak bayi yang lahir pada bulan purnama, Karena pengaruh gravitasi bumi yang meningkat.
Saya berharap agar bulan purnama dan gravitasi bumi bisa membantu saya untuk melahirkan bayi ini. Namun hingga bulan purnama usai, malaikat ini masih saja betah bermain-main dalam Rahim saya.
Dr. Corina Stoica pun menunggu kelahiran si bayi dengan harap-harap cemas. Masalahnya, saat itu di Romania sudah mulai memasuki masa libur Paskah. Bagi umat Kristen orthodox seperti di Romania, paskah merupakan hari besar, yang terkadang perayaannya melebihi kemeriahan natal. Dr. Corina berencana untuk pulang kampung selama libur paskah.
“Baby, you want to see me right? Please don’t go out in easter holiday.” Ujarnya berbicara dengan bayi di dalam perut saya.
Namun bayi saya memilih sendiri takdirnya…memilih sendiri kapan dia ingin datang ke dunia. Dan ehm…ya, dia tidak mau mendengarkan saran Dr. Corina Stoica.
KELAHIRAN MIRUNA
Saat memasuki minggu ke-40, saya terbangun pada pukul 3.30 dini hari karena merasa perut saya tidak nyaman. Saya pikir, mungkin saya hanya salah posisi tidur. Kemudian saya membolak-balikkan posisi tidur saya, namun rasa tak nyaman itu tak kunjung hilang. Jika bisa saya gambarkan, rasanya seperti nyeri haid. Memang tidah nyaman, tapi tidak terlalu mengganggu.
Kemudian saya merasa ingin buang air kecil. Di kamar mandi, saya melihat sudah ada lendir darah di celana dalam saya. Berarti tidak lama lagi, saya akan bertemu dengan malaikat kecil dari dalam perut saya! Saya sangat bersemangat. Kemudian pukul 04.00 pagi hari, saya mengirimkan pesan whatsapp kepada Andreea, saya mengatakan, sepertinya sebentar lagi saya akan melahirkan.
Andreea bilang, “Mungkin pagi ini kamu akan melahirkan. Sekarang berusahalah untuk kembali tidur dan relax.”
Tapi saya terlalu bersemangat dan tidak bisa tidur. Kemudian pukul 05.00 pagi saya membangunkan Reza, saya meminta dia untuk solat subuh dan bersiap-siap karena sebentar lagi saya akan melahirkan.
Reza pun langsung bangun dan bersiap-siap. Sementara itu, saya menyempatkan diri untuk mandi bersih, kemudian saya ingat masih sempat mencucikan baju ballet shirin dengan tangan saya sendiri. Karena saya pikir, nanti kalau saya bermalam di rumah sakit, siapa yang akan mencucikan baju balletnya?
Selesai mencuci baju ballet shirin, saya merasa ada cairan yang mengalir di selangkangan saya. Tapi saya tidak yakin, apakah ini air ketuban atau bukan? Karena air ini mengalir pelan-pelan, bukan seperti ketuban yang pecah yang mengalir deras.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 06.30 pagi, saya kemudian menelepon dr. Corina Stoica yang sedang berada di kampungnya untuk perayaan Paskah. Suaranya masih terdegar seperti baru bangun tidur ketika saya meneleponnya. Saya pun menceritakan padanya apa yang sudah saya alami. Lalu dia mengatakan, “Tussie, air ketuban kamu sudah pecah, kamu harus ke rumah sakit sekarang juga. Saya akan berusaha ke Bucharest secepatnya.”
Ketika saya bersiap akan ke rumah sakit, sekonyong-konyong Reza mengatakan pada saya, “Aku mau ke kantor dulu sebentar, ngurusin tiket pesawat mama. Abis dari kantor, baru aku anterin kamu ke rumah sakit.”
Mendengar ucapan Reza, saya langsung mengaum, “Kamu masih mikir mau ke kantor? Ngga ada cerita ke kantor! Kamu anter aku ke rumah sakit SEKARANG!!!”
Memang saat itu ibu saya sedang mengalami sedikit masalah perjalanan. Paspornya hilang di Austria, dalam perjalanan menuju Romania untuk menemani saya yang akan melahirkan.
“Tapi gimana itu tiket mama ngga ada yang ngurus.”
“Kamu minta tolong sama siapa kek buat bantuin ngurusin tiketnya mama. Aku udah mau melahirkan, harus ke rumah sakit sekarang!”
Memang saat itu saya masih terlihat segar bugar dan masih bisa berjalan kesana kemari…sama sekali tidak merintih sakit. Mungkin Reza berpikir saya masih bukaan 1, jadi dia pikir masih ada waktu untuk mengurus tiket ibu saya. Memang saya tidak merasa terlalu sakit, tapi insting saya mengatakan, saya akan melahirkan sebentar lagi.
Kami pun segera pergi ke rumah sakit. Sesampainya di Rumah Sakit Regina Maria, saya berjalan sendiri dari parkiran rumah sakit menuju resepsionis. Ya, saya jalan sendiri tanpa digandeng, apalagi dibantu oleh Reza. Karena saat itu Reza masih sibuk mengurus barang-barang di mobil. Saya mengatakan pada resepsionisnya, “I will delivery my baby.”
Dengan pandangan sedikit tidak percaya, sang resepsionis kemudian mengatakan, “Okay…wait”. Dia lalu berkoordinasi sana sini dan kemudian meminta saya masuk ke ruang pemeriksaan. Saya kemudian jalan sendiri ke ruang pemeriksaan (Reza masih saja belum selesai mengurus barang-barang bawaan di mobil). Kemudian saya bilang pada suster yang jaga di ruang pemeriksaan. “Hi..hello, I will delivery my baby.”
Suster itu juga melihat saya dengan pandangan tidak percaya, karena saya tidak merintih dan tidak terlihat kesakitan. “Okay, tell me what happened,” katanya. Saya kemudian menceritakan kalau saya sudah merasakan kontraksi, saya sudah mengalami lendir darah dan air ketuban saya sudah pecah.
Kemudian dia memanggil dokter jaga. Dokter jaga ini seorang perempuan muda yang cantik dan terlihat pintar. Dia memperkenalkan diri, namanya dr. Cristina Romanescu. Dr. Cristina pun memeriksa saya. Kali ini, pemeriksaan bukaan tidak terasa perih dan ngilu seperti pengalaman pertama saya dulu. Setelah diperiksa, di luar dugaan…ternyata saya sudah bukaan enam!
Ketika melahirkan Shirin dulu, saya sudah meraung-raung dan tak bisa jalan ketika bukaan enam. Tapi sekarang, saya masih bisa jalan-jalan sendiri di bukaan enam dan bahkan tidak merintih kesakitan! Kemudian perawat baru percaya kalau saya memang akan melahirkan. Dia mengganti baju saya dengan baju rumah sakit, dan saya dipersilakan naik kursi roda untuk menuju ruang bersalin.
Ketika di ruang bersalin, barulah Reza selesai mengurus barang-barang bawaan dan menyusul saya ke dalam ruang bersalin. Wajahnya berseri-seri karena saya sudah bukaan 6…dan dia akhirnya juga percaya kalau saya memang benar-benar mau melahirkan.
Sekitar jam 08.00 pagi, dr. Cristina kembali memeriksa bukaan saya, ternyata sudah bukaan 7. Dan sekarang dia sudah tidak memperbolehkan saya buat jalan-jalan lagi di ruang bersalin. Dia meminta saya untuk berbaring. Tak lama kemudian, Andreea datang dan menemani saya di ruang bersalin.
Andreea memijat ringan tangan saya, mengajak bercerita, dan bahkan memperdengarkan saya suara ombak. Katanya suara ombak ini akan membuat saya rileks, Karena akan mengingatkan saya pada kampung halaman saya. “Di Indonesia banyak pantai kan? Kamu pasti jadi ingat sama Indonesia kalau dengar suara ombak,” begitu ucapnya.
Sementara itu, dr. Corina Stoica belum juga tiba di rumah sakit. Dr. Cristina mengatakan, kalau dr. Corina tidak berhasil datang ke Bucharest pada waktunya, saya akan melahirkan dengan dr. Cristina. Bagi saya tidak masalah…karena dr. Cristina ini pun terlihat pintar dan cekatan.
Sekitar pukul 9.30 pagi, saya sudah memasuki bukaan 8. Gelombang kontraksi pun terasa semakin intens. Andreea mendampingi saya untuk melakukan pernapasan. Pernapasan yang benar akan memudahkan terdorongnya bayi keluar.
Kemudian Andreea bilang, “Saya sudah melihat kepalanya. Mungkin sekitar 3 kali kontraksi lagi, bayi kamu akan keluar.” Saya sangat bersemangat ketika Andreea bilang hanya tinggal 3 kali kontraksi lagi. Dr. Corina belum juga berhasil tiba di Rumah Sakit. Kemudian sekitar pukul 10.20 pagi waktu Bucharest, saya merasakan ada sesuatu yang meluncur melewati tubuh bagian bawah saya. Dan pop! Seorang makhluk mungil meringkuk keluar dari rahim saya. Saya melahirkan dengan dibantu dokter jaga, yaitu dr. Cristina Romanescu. Akhirnya dr. Corina baru tiba di rumah sakit ketika saya sedang dijahit oleh dr. Cristina.
Pertama kali melihat bayi saya, dia meringkuk dan terlihat begitu mungil dan lucu. Wajahnya sangat mirip dengan Shirin waktu bayi dulu. “It’s another girl. Who is her name?” kata Andreea.
Kami sepakat memberinya nama Miruna, nama Romania yang artinya penuh kedamaian. Karena saya menginginkan kelahiran yang damai. Dan akhirnya semesta pun membantu saya melahirkan dalam kedamaian.
PASCAKELAHIRAN MIRUNA
Setelah kelahiran Miruna, tentu saja kami masih begadang ketika ia terbangun untuk menyusu. Tapi kali ini, menyusui terasa sangat mudah. Satu hari setelah melahirkan saya sudah dapat segar dan dapat berjalan untuk membukakan pintu bagi para tamu yang datang berkunjung. Saya tidak mengalami payudara yang bengkak. Miruna bisa langsung menyusu dengan lahap. Satu hal yang sangat saya syukuri, Miruna tidak mengalami kuning atau jaundice seperti Shirin dahulu.
Hingga saat ini, saya masih merasa kelahiran Miruna seperti keajaiban. Prosesnya sangat cepat dan nikmat. Saya belajar banyak hal dari dua kelahiran anak-anak saya. Pertama adalah…bagi ibu hamil, pemberdayaan diri adalah hal yang harus dilakukan. Dengan mengerti proses apa saja yang dilalui pada saat hamil dan melahirkan, kita menjadi percaya bahwa tubuh kita pintar dan tau apa yang harus dilakukan. Tubuh kita akan bekerja sesuai fungsinya untuk bisa melahirkan dengan cara alami. Dengarkan dan ikuti tubuh kita, beri tubuh kita kesempatan untuk bisa melakukan tugasnya dengan baik.
Kedua, lakukan persiapan baik fisik dan mental untuk melahirkan. Persiapan fisik adalah olahraga dan melatih perineum. Sedangkan persiapan mental adalah percaya dan tenang. Percaya dengan hal-hal baik yang akan terjadi pada kita dan bayi. Beri sugesti positif dan afirmasi positif untuk diri sendiri bahwa kita akan melahirkan dengan lancar dan sehat.
Hubungan antara melahirkan yang nyaman dengan kesuksesan menyusui sangat erat. Jika kita melahirkan dengan tenang dan nyaman, niscaya produksi asi pun tidak akan bermasalah. Karena hormone oxytosin akan bekerja dengan baik jika ibu tenang dan tidak stress. Asi yang lancar tentunya akan membuat ibu dan bayi sehat. Jadi, persiapkanlah kelahiran bayimu sebaik-baiknya. Kelahiran yang nyaman dan minim rasa sakit bukan mitos! You will when you believe!
Hallo kak salam kenal. Apakah setelah melakukan semua itu, kakak bisa melahirkan tanpa episiotomi?
iya, alhamdulillah akhirnya melahirkan tanpa episiptomi
Hi mba Tussie.. sy senang sekali dan sangat terharu membaca tulisan mba..
Sy skrg sedang hamil 36 minggu.. semoga bisa lahiran dg damai seperti mba.
Mba Tussie.. klo d Indonesia, sy bsa beli epi no di mana ya?
Wah, Mba Agnes..maaf banget baru baca komennya. Padahal saya baru jual Epi-No saya dan sudah laku. Saya ngga tau dimana beli EPI-No di Indonesia, karena memang produk Jerman dan belum masuk sini 🙁