Angin dingin yang membawa serbuk bunga telah berlalu. Bunga tulip yang mekar telah berganti dengan merekahnya bunga mawar. Saatnya menggantung mantel dan mengeluarkan baju yang lebih tipis dari lemari. Musim semi perlahan mulai menjauh di Bucharest, kini matahari musim panas sudah datang.
Ramadhan datang saat musim panas baru muncul di Rumania. Puncak panas di Rumania biasanya jatuh pada bulan Juli atau Agustus. Ketika berada di puncak panasnya, suhu bisa mencapai hingga 40 derajat celcius. Namun tahun ini, Ramadhan tiba ketika musim panas belum sampai pada puncaknya. Cuaca di Bucharest saat ini sedang pada saat titik terbaiknya, suhunya sejuk dan menyenangkan. Angka di thermometer hanya berkisar pada 17 hingga 25 derajat Celsius.
Namun bukan berarti berpuasa di bekas negara komunis ini tanpa cobaan. Musim panas selalu membawa siang yang lebih panjang daripada waktu malamnya, kini waktu subuh berkisar pada pukul 03.00 dini hari, sedangkan waktu berbuka puasa sekitar pukul 21.00 malam. Jadi total berpuasa bagi kami di Bucharest adalah sekitar 18 jam setiap harinya. Jangan ditanya bagaimana rasanya perut perih dan melilit, menahan lapar dan haus sepanjang hari. Apalagi di sekeliling kami, sebagian besar warga kota tidak berpuasa, toko dan restoran tetap buka seperti biasa. Hanya berpegang pada sekeping iman di dada, agar kami tetap istiqomah untuk berbuka puasa pada waktu yang telah ditentukan.
Bagi warga negara Indonesia di Bucharest, rindu pada kampung halaman adalah cobaan yang berikutnya. Suasana Ramadhan yang meriah seperti di Indonesia, tentu saja tidak bisa kami nikmati disini. Lezatnya penganan khas berbuka puasa di Indonesia, selalu teringat dalam bayangan. Kami mengobati rasa rindu pada kampung halaman dengan cara berkumpul bersama komunitas masyarakat Indonesia di Bucharest. Tak banyak memang anggotanya, saat ini hanya ada sekitar 150 warga negara Indonesia yang menetap di Rumania.
Pada akhir pekan kami biasanya berkumpul di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bucharest, atau terkadang di Wisma Duta, kediaman resmi Duta Besar RI di Bucharest. Pada saat buka puasa bersama, masing-masing warga membawa penganan khas Indonesia, untuk kemudian kami nikmati bersama saat waktu berbuka. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, anak-anak Indonesia belajar mengaji dan menghafalkan ayat-ayat pendek. Siraman rohani yang sederhana, namun bermakna agar mereka tak lupa pada Rabb sang pencipta, yang meniupkan ruh pada nyawa semua manusia.
Ketika saatnya berbuka, tak ada suara azan dan tiada gemuruh suara bedug. Kami berbuka puasa dengan senyap dan bersahaja. Namun ini sudah cukup untuk mengobati rasa rindu pada keluarga yang berada ribuan kilometer jauhnya di Indonesia.
Selepas berbuka puasa bersama, kami melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Namun sayang, shalat tarawih berjamaah tidak dapat kami laksanakan berjamaah karena keterbatasan waktu. Waktu shalat isya baru datang sekitar pukul 23.15 waktu Bucharest, sehingga sudah terlalu malam bagi kami jika ingin melaksanakan bersama-sama. Karena itu, shalat isya dan tarawih dilaksanakan di rumah masing-masing.
Selepas menunaikan shalat isya pada pukul 23.15 malam, barulah kami dapat tidur dengan nyaman. Namun pada pukul 02.00 dini hari, kami sudah harus bangun kembali untuk mempersiapkan santap sahur. Bagi saya yang baru pertama kali merasakan berpuasa di Rumania, tentu berpuasa di negeri Drakula ini sangat berat. Perut melilit, tenggorokan dan bibir kering, badan lemas menunggu waktu berbuka yang tak kunjung datang, menjadi cobaan bagi kami. Namun tak ada alasan untuk meninggalkan kewajiban sebagai muslim. Bukankah Allah swt telah berfirman:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
(Al Baqarah : 214)
Tussie Ayu Riekasapti
WNI yang menetap di Bucharest, Rumania
*Tulisan ini dimuat di Koran Pikiran Rakyat Selasa, 23 Juni 2015
jadi inget suami dulu pernah cerita, kalo pas msh tinggal di eropa dulu, puasa jatuh pas summer, dia pasti milih balik dulu ke Jakarta, krn ga kuat ama lamanya hahahahha. kec pas puasa jatuh saat winter :D. baru dia lbh milih stayed di eropa. Aku sendiri blm prnh rasain puasa di negara4 musim. walopun kdg msh ragu, apalagi aku suka kulineran. kalo traveling pas puasa, ga bisa banyak kulineran berarti hihihihi…
Hi Kak Fany, maaf baru kebaca comment-nya. Iya, kalau ada pilihan sih mending jangan puasa pas summer di Eropa. Tapi waktu itu ngga punya pilihan, jadi mau ngga mau ya harus puasa juga disana hahaha