Menanamkan Etos Kerja dan Inovasi Lewat Pohon Mati
“Dulu disitu ada pohon Ketapang tapi udah mati, 80 tahun (usia) pohon itu” ujar Duta Besar RI untuk Kerajaan Thailand, M. Lutfi Rauf, sambil menunjuk ke arah sebuah lokasi pohon yang terletak di halaman belakang yang luas dari Wisma Indonesia yang berlokasi di pusat kota Bangkok. “Tapi sekarang pohon mati bisa hidup lagi Pak Konjen,” selorohnya sambil tersenyum kecil kepada Konjen RI di Karachi dan saya yang pagi itu memenuhi undangan Pak Dubes untuk makan pagi di Wisma Indonesia, kediaman Dubes RI dan istri, Selasa (27/5/2014).
Pak Dubes lalu mengajak kami ke bagian depan dari kantornya, Kedutaan Besar RI di Bangkok. Lokasi kedutaan dan wisma memang tak jauh dan berada dalam suatu compound yang kurang lebih luasnya 2,5 hektar. Saat tersebut, saya penasaran dimana Pak Dubes meletakkan pohon mati yang usianya 80 tahun namun bisa hidup lagi.
Sambil berjalan menuju depan kantor kedutaan, saya melirik-lirik sekeliling halaman compound karena berupaya menemukan lokasi ‘pohon mati tapi hidup lagi’ tersebut. Pikir saya, pohon itu mungkin sebuah batang besar yang ditanam di salah satu lokasi di halaman depan kedutaan yang memang dipenuhi berbagai macam pohon dan cukup hijau dengan berbagai tanaman. Mungkin pohon tersebut dipindahkan lokasinya dan lalu ditanam lagi, dipupuk, dan dirawat, lalu kemudian tumbuh subur kembali. Sebelumnya Pak Dubes juga mengungkapkan ‘hobi’nya menanam pohon di sekitar Wisma Indonesia yang menjadi kediamannya dan sekitar kedutaan sejak ia menjabat sebagai Dubes RI untuk Kerajaan Thailand lebih dari dua tahun yang lalu.
Penasaran saya belum hilang karena Pak Dubes mengajak kami ke lobi depan kedutaan. “Tadi mengajak lihat pohon, kok Pak Dubes malah ke lobi depan kantor,” gumam saya dalam hati di kantor yang saat itu sepi karena libur Isra Mi’raj. Pak Dubes lantas membuka lobi kantor dengan memencet suatu kombinasi di samping pintu geser. “Sretttt…”, pintu kaca terbuka. Dihidupkan lampu-lampu lobi tersebut oleh Dubes yang sebelumnya merupakan Kepala Protokol Negara (KPN) sekaligus Dirjen Protokol Konsuler Kementerian Luar Negeri (Dirjen Protkons).
“Nah, ini pohon mati itu” kata Pak Dubes kepada kami. Ia menunjuk pada sebuah batang besar melintang di sisi kiri lobi. Batang besar itu memiliki bagian yang menyerupai akar di salah satu ujungnya, sedangkan di ujung yang lain terlihat seperti batang pohon yang patah bukan karena gergaji. Rasa takjub langsung saya rasakan saat melihat pohon tersebut. “Wooowww”, kembali saya bergumam dalam hati.
Saat itu saya melihat pohon yang telah dipahat dan terlihat bentuk dua kepala naga dengan sisik-sisik naga, seperti yang saya lihat di cerita kartun silat atau cerita komik dari Negeri Tiongkok.
Kental sekali nuansa seni pahat pada batang melintang tersebut. Batang tersebut telah dipelitur dan berwarna coklat, memantulkan cahaya lampu neon yang menyala di lobi kedutaan. Pak Dubes mengatakan bahwa pohon mati tersebut adalah pohon ketapang yang kembali ‘hidup’ setelah ia berdiri lebih dari 80 tahun di halaman belakang KBRI Bangkok yang dulunya kediaman salah satu keluarga raja Thailand.
Batang melintang yang awalnya merupakan pohon mati tersebut terlihat sangat indah. “Saya minta bantuan orang Garuda (Indonesia) untuk mendatangkan pemahat dari Bali. Kira-kira dua mingguan mereka kerjain ini (memahat)”, sebut Pak Dubes menceritakan proses pembuatan karya seni pahat tersebut. Tergambar kental sekali minat mantan Dubes RI di Slovakia ini terhadap pemanfaatan hasil alam. Ia menegaskan, bahwa intinya dengan inisiatif, inovasi, kerja keras, dan kreatifitas, sesuatu yang tadinya tidak bermanfaat bisa berubah menjadi suatu barang yang sangat bernilai. Saya sempat pula berseloroh kepada Pak Dubes, “Pohon mati ini sekarang nilainya pasti tinggi banget, Pak”.
Kenapa tiba-tiba ada unsur inisiatif, inovasi, kerja keras, dan kreativitas diungkapkan oleh Pak Dubes yang merupakan anggota Sekdilu Angkatan ke-12 tersebut dari melihat suatu pohon mati yang kini memiliki nilai tinggi. Ia menceritakan bahwa nilai-nilai itu harus dimiliki oleh setiap diplomat, apalagi para diplomat muda. Jangan hanya melihat suatu persoalan sebagai masalah, ia menekankan, tapi perlu dilihat bahwa dari suatu persoalan terdapat potensi untuk menjadi suatu keunggulan atau kesempatan apabila diplomat yang menangani persoalan tersebut mau berpikir, memiliki kreativitas, kerja keras, dan mau berinovasi. Ia menambahkan pula cerita bagaimana ia meminta stafnya memikirkan untuk menempatkan batang pohon terukir itu hingga akhirnya berada di lobi kedutaan yang pintu masuknya terlihat lebih kecil daripada lebar akar pohon tersebut.
Tak terbayangkan oleh saya sebelumnya bahwa kunjungan singkat dua jam-an yang awalnya hanya untuk makan pagi ternyata dapat memberikan ilmu yang sangat berarti bagi saya pribadi, ilmu dari Bapak Dubes Lutfi Rauf, sosok yang sangat bersahaja. Saat tersebut adalah pertama kali saya ikut berdialog dengan beliau yang dulu hanya saya lihat dari kejauhan saat beliau menjadi KPN dan Dirjen Protkons. Ternyata beliau menyimpan nilai-nilai hidup yang sangat dalam, tergambar kuat pengalaman dan karir beliau sebagai diplomat dari lontaran kata-kata dan petuahnya kepada saya yang baru meniti karir seumur jagung.
Tak ada kata lain yang dapat saya lontarkan kepada Pak Dubes yang pernah berdinas di Canberra tersebut selain kata ‘salut’ dan ‘terima kasih’ kepada beliau.
Salam hormat.
Reza Reflusmen Jr. (diplomat Indonesia, bertugas di KJRI Karachi, Pakistan)
NB: Tak lupa saya juga berterima kasih kepada Ibu Dubes atas keramahan dan penerimaan yang sangat baik di Wisma Indonesia Bangkok.