Bom, pembunuhan berencana, penculikan, penembakan dan hal-hal jelek berkecamuk di kepala saya saat saya menerima keputusan penugasan yang di Kementerian Luar Negeri, yang kami kenal dengan ‘slip merah’. Sama sekali sulit untuk memikirkan hal-hal baik tentang Karachi. Kota yang saat itu akan saya tuju untuk menjalani penugasan pertama sebagai  diplomat.

Kini, tepat satu bulan sejak saya tiba di Karachi. Meski kata-kata awal tadi adalah headline terus menerus di surat kabar setempat, Karachi, mulai dapat saya apresiasi.

Mungkin masih banyak orang yang asing dengan Karachi, meskipun tidak sedikit juga yang ngeh dengan nama tersebut. Disebutkan dalam beberapa tulisan sejarah, Karachi berasal dari nama ‘Kolachi’ yang diberikan oleh suku Baloch dari Baluchistan. Dulu daerah ini adalah desa kecil. Selanjutnya Kolachi berkembang menjadi wilayah pemukiman dan dikenal dengan nama ‘Kolachi-jo-Goth’ (dalam bahasa Sindh, berarti desa Karachi).

Karachi terletak di bagian selatan Pakistan dan merupakan ibukota dari Provinsi Sindh. Dulu, ya, Karachi adalah ibukota dari Pakistan. Saat negara ini terbentuk di tahun 1947, Karachi, yang ada di wilayah bagian selatan Pakistan, adalah ibukota. Tapi sejak tahun 1958, Pakistan memindahkan ibukotanya ke Islamabad yang berlokasi di bagian utara dari Pakistan.

Karachi kini bukan ibukota Pakistan. Mungkin kota ini ‘seperti’ Sydney di Australia atau New York di Amerika Serikat dimana perdagangan dan bisnis serta pasar modal berpusat, namun bukan merupakan ibukota negara. Karachi adalah pusat bisnis di Pakistan. Di sini terdapat pelabuhan besar dan pusat pasar modal di Pakistan. Barang-barang komoditas yang menuju berbagai wilayah Pakistan dan wilayah lain di Asia Tengah, berawal dari pelabuhan di Karachi.

Menurut atasan saya di sini, Karachi dulu adalah City of Lights. Dalam arti sebenarnya, tentunya. Dulu kehidupan cukup kondusif di Karachi. “Di bawah (kekuasaan) militer dulu kota ini enak,” ujarnya. Namun sekarang kondisi keamanan di Karachi masih belum kondusif. Pembunuhan berencana atau targeted killing, pemboman, konflik sektarian, adalah berita sehari-hari di media setempat. Pejabat protokol dan konsuler di KJRI Karachi bisa dengan ‘mudah’ memantau nama-nama orang yang tewas tiap harinya karena setiap hari ada koran lokal yang menuliskan dimana saja orang tewas dan berapa jumlahnya, lengkap dengan peta kota dan titik-titik daerah dimana kejadian berlangsung. Seperti melihat kondisi cuaca dalam berita prakiraan cuaca di televisi.

Tapi tentu bukan itu saja cerita tentang Karachi. Karachi adalah kota yang bersejarah dimana Muhammad Ali Jinnah dimakamkan. Muhammad Ali Jinnah adalah ‘Bapak Negara Pakistan’. Quaid-e-Azam (Pemimpin Besar), begitu orang sini menjulukinya. Ia sangat dihormati, disanjung, dan diperingati hari lahirnya. 25 Desember adalah tanggal kelahirannya dan seluruh Pakistan melakukan upacara untuk memperingatinya.

Karachi juga adalah kota dimana Benazir Bhutto, mantan Perdana Menteri Pakistan, bersekolah. Kini, keluarganya, tinggal di Karachi di suatu daerah yang dikenal masyarakat setempat dengan nama the Bilawal House di daerah Clifton, tak jauh dari kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia.

Pakistan People’s Party (PPP), partai politik pendukung Bhutto dan suaminya, Asif Ali Zardari, yang juga mantan Perdana Menteri, berkuasa di Karachi dan Provinsi Sindh.

Banyak potensi yang sebenarnya dimiliki Karachi selain tentunya sebagai pusat ekonomi Pakistan. Pantai-pantai Karachi menjadi tempat yang indah untuk menikmati matahari terbenam. Pantai-pantai ini menghadap Laut Arab. Di sini sejumlah atraksi bisa kita lihat, salah satunya yang unik adalah kita bisa menunggang unta. Hewan yang tentunya kita tidak biasa lihat di Indonesia. Bahkan pernah satu kali saya melihat unta yang dijadikan hewan pekerja, menarik gerobak dagang majikannya.

Ini sekelumit tentang Karachi. Saya akan cerita lebih banyak lagi nanti, salah satunya tentang malam tahun baru yang dirayakan sebagian orang dengan melepaskan tembakan senjata ke udara. ^^

Karachi, 3 Januari 2013

Tussie Ayu

A freelance writer, a news correspondent, a Master of Communication student in Victoria University of Wellington.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *