Menyusui: Jihad Fisabilillah Para Perempuan

Ada banyak cerita sejak malaikat mungil itu keluar dari rahim saya. Sejak dia datang, hidup saya tidak pernah sama lagi. Ketika peristiwa demi peristiwa itu terjadi, saya ingin sekali merangkainya dalam untaian kata, sebagai kenangan kelak jika dia dewasa nanti. Namun ketika dihadapkan pada tuts-tuts komputer, saya kehilangan kata-kata untuk bercerita.

Sungguh, saya sulit menggambarkan dengan kata, bagaimana indahnya ketika mata saya dan mata makhluk yang baru saja tiba dari surga itu saling bertatapan. Terutama ketika dia sedang menyusu dalam pelukan saya. Mata yang bulat, besar dan bening. Hanya perempuan yang diberikan mandat seindah ini oleh Tuhan, mandat untuk memberi kehidupan pada manusia lain.

Sulit dijelaskan dengan logika, bagaimana seorang bayi yang baru lahir bisa menemukan puting susu ibunya seketika setelah lahir. Kini, setelah pintar menyusu, dia seringkali melepaskan hisapannya, untuk melihat saya lebih lekat, seakan ingin memastikan bahwa saya benar-benar ibunya. Lalu dia tersenyum, dengan senyum terindah yang pernah saya lihat. Setelah itu dia kembali menyusu, hingga terlelap.

Banyak sekali orang yang bercerita tentang sakitnya melahirkan, bagaimana ibu bertaruh nyawa untuk kita. Tapi jarang sekali ada yang menceritakan tentang sulitnya menyusui. Apakah menyusui itu sulit??? Buat saya : YA.

Minggu awal setelah melahirkan adalah masa yang sangat berat. Air susu belum banyak keluar, bayi rewel, pelekatan belum sempurna, puting lecet, payudara bengkak. Saya tidak menyangka memiliki anak benar-benar dibutuhkan komitmen dan kesabaran tinggi.

Saya berusaha sekuat tenaga untuk memberikan nutrisi terbaik untuk anak saya: ASI. Tiga hari pertama air yang keluar dari payudara saya hanya kolostrum bening. Saya pergi menemui konselor laktasi, yang juga ketua Asosiasi Ibu menyusui Indonesia, Mbak Mia Sutanto yang baik hati. Mbak Mia membesarkan hati saya dan meyakinkan saya, pada hari ketiga asi saya akan berubah menjadi asi matang yang berwarna putih. Dan mbak Mia memang benar, tepat hari ketiga, asi saya berubah warna menjadi putih.

Namun siang dan malam, Shirin, anak saya selalu rewel. Ini benar-benar membuat mental saya drop, semua orang mengatakan: “Shirin lapar”, “ASI saya sedikit”, “Kasihan Shirin”. Semua pernyataan itu benar-benar menyayat hati saya dan membuat minggu pertama setelah melahirkan adalah saat-saat yang sangat berat.

Ternyata ujian selanjutnya lebih berat lagi. Tepat ketika usia Shirin 7 hari, saya membawa Shirin ke dokter untuk imunisasi. Dokter melihat kulit Shirin kekuningan, dia meminta saya untuk melakukan tes darah untuk Shirin. Dan hasilnya benar-benar mengejutkan, kadar bilirubin dalam darah Shirin sangat tinggi dan Shirin harus dirawat di rumah sakit untuk dilakukan phototherapy.

Ketika tiba di ruang perawatan bayi, para perawat memberikan pengarahan singkat pada saya. Intinya, saya disuruh untuk memerah ASI, untuk diminumkan kepada Shirin saat malam hari. Tapi bagaimana mungkin? Saat itu ASI saya masih sulit diperah, saya dalam kondisi sangat panik, sehingga ketika diperah hanya beberapa tetes yang bisa keluar. Saya semakin merasa jika ASI saya sedikit dan saya adalah ibu yang gagal.

Saya mengatakan pada perawat itu, “Apa boleh saya mencarikan donor ASI untuk bayi saya?”

Dia menjawab, “Ibu, kami belum pernah punya pengalaman memberikan donor ASI. Memberikan donor asi itu tidak boleh sembarangan. Karena komposisi ASI itu mengikuti umur si bayi. Kalau ibu mau mencari pendonor, harus yang benar-benar seumuran dengan bayi ibu. Itu dari pengalaman kami selama ini, kecuali jika ibu punya pengalaman lebih dari kami!”

Mendengar ucapan perawat itu, saya semakin panik. Di rumah sakit ini, apabila ibunya tidak bisa memerah ASI, maka bayi-bayi itu akan langsung diberikan susu formula. Saya tidak rela bila anak saya yang masih berusia 7 hari harus diberikan susu formula. Maka semalaman saya berusaha untuk memerah asi. Dan hasilnya hanya beberapa tetes yang didapat.

Tapi di saat-saat seperti ini, suami saya selalu mendukung saya. Hampir jam 12 malam, saya menelepon sepupu ibu saya yang seorang dokter anak. Saya menceritakan kondisi Shirin, dan alhamdulillah, dia mendukung saya memberikan ASI donor untuk sementara waktu kepada Shirin.

Berbekal keyakinan dari sepupu ibu saya, tengah malam buta, suami saya mengambil asi Ibu Meita Annisa ke rumahnya di Jatiwaringin, sedangkan rumah sakit tempat Shirin dirawat berada di Bintaro. Secara sembunyi-sembunyi kami memberikan ASI donor itu kepada Shirin. Namun ASI tersebut masih belum cukup, keesokan harinya suami saya mengambil ASI donor dari Ibu Amalia Susanti di rumahnya di Kedoya.

Namun akhirnya perawat-perawat itu mengetahui bahwa ASI yang diberikan pada Shirin itu bukanlah ASI saya.  Saya dipanggil oleh suster kepala, dan mempertanyakan tindakan saya itu. Saya dengan tegas mengatakan kepadanya bahwa saya hanya ingin memberikan ASI kepada Shirin, bukan susu formula! Jawaban suster kepala itu sangat mencengangkan saya, dia bilang “Kami mendukung program ASI eksklusif, ASI memang yang terbaik untuk bayi. Tapi itu hanya untuk bayi yang sehat, untuk bayi yang sakit perlu dibantu susu formula.”

Saya marah sekali mendengarnya, ternyata hanya sampai disitu pengetahuan tenaga medis di Indonesia. Justru bayi yang sakit seharusnya lebih banyak diberikan ASI daripada bayi yang sehat. Satu-satunya obat bagi bayi hyperbilirubin adalah ASI, ASI dan ASI!

Kemudian saya berkonsultasi dengan dokter Shirin di rumah sakit tersebut. Jika saja dokter anak itu melarang Shirin diberikan ASI donor, hari itu juga saya akan membawa Shirin pulang, dan saya akan merawatnya dengan cara saya sendiri. Untunglah dokter tersebut tidak melarang Shirin diberikan ASI donor, dan Shirin dirawat hingga kadar bilirubinnya kembali normal.

Hingga kini, saya masih sangat marah dengan kondisi tenaga kesehatan di Indonesia. Berapa banyak bayi yang gagal diberikan ASI eksklusif karena kurangnya pengetahuan mereka. Ketika kasus susu formula tercemar bakteri Enterobacter sakazakii merebak, saya sangat bersyukur karena saya pernah berjuang untuk berkata tidak pada susu formula. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, “Tidak dianjurkan pada bayi prematur atau yang berusia di bawah 6 bulan untuk diberikan susu formula, karena sangat rentan terinfeksi bakteri.” Apabila bayi saya yang baru berusia 7 hari diberikan susu formula, apakah Rumah Sakit tersebut bisa menjamin susu yang mereka berikan bebas bakteri?

Itu adalah masa-masa terberat bagi saya ketika memberikan ASI pada Shirin. Hari ini, Shirin tepat berusia 6 bulan, Shirin sudah boleh merasakan makanan pendamping ASI. Namun bukan berarti tugas saya untuk menyusui berakhir sampai disini. Perjuangan masih panjang, saya masih harus menyusui Shirin setidaknya hingga dia berumur 2 tahun.

Saat ini, tantangan belum berakhir. Saya masih harus berjuang memerah di sela-sela pekerjaan di kantor. Jika ibu-ibu lain bisa memerah dengan mudah, hanya 15 menit untuk mendapatkan 150 ml ASI, tidak demikian dengan saya. Memerah ASI saya dibutuhkan waktu dan tenaga ekstra. Untuk mendapatkan 100 ml ASI, saya harus memerah selama 30 menit-1 jam. Belum lagi stok asi yang kini makin menipis, dan saya tidak diizinkan mengambil cuti untuk menambah stok ASI. Well, this is life, tidak ada yang mudah dalam hidup ini. Tapi saya akan terus berusaha hingga tetes asi terakhir untuk menyusui anak saya.

Untuk itu, saya ingin mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu saya selama 6 bulan program ASI eksklusif ini:

* Suami saya tercinta, Reza Reflusmen Junior, yang selalu meyakinkan saya bahwa saya bukan ibu yang gagal, bahwa saya bisa menyusui Shirin. Suami yang selalu bangun di tengah malam untuk menyiapkan pompa untuk memerah ASI. Dia yang pertama percaya bahwa saya pasti bisa menyusui, ketika semua orang meragukan saya. Tanpa dia, saya tidak akan bisa melakukan ini semua. I really thank God that I found him!

Ketika saya hampir saja menyerah, suami saya mengatakan pada saya: “Menyusui bukan cuma masalah memberikan makanan pada bayi. Kita juga mengajarkan pada Shirin, bahwa hidup adalah perjuangan, menyusui juga adalah perjuangan. Mudah-mudahan ketika Shirin besar nanti, jika dia punya cita-cita, dia tidak akan mudah menyerah untuk mendapatkan cita-citanya. Seperti kita yang tidak menyerah untuk memberikan ASI kepada Shirin.” Well, you are absolutely right, hunny!

* Para ibu susu Shirin dan saudara-saudara susunya:  Ibu Meita Annisa dan Danis, Ibu Amalia Susanti dan Aira, Ibu Stevany Ara Celly dan Qio (yang membantu Shirin pada masa-masa transisi ditinggal bunda ke kantor). Terima kasih karena sudah berbagi tetesan cinta untuk hidup Shirin.

* Keluarga saya dan keluarga Reza, yang mempercayakan pada saya dan Reza untuk memberikan ASI pada Shirin, juga untuk dukungan dan semua cinta yang diberikan pada kami.

* Teman-teman yang selalu menjadi tempat curhat dan yang selalu membesarkan hati saya untuk selalu memberikan ASI: Mira Riezky Adriani (makasih karena sudah memperkenalkan milis ASI for baby dan tips-tips menyusui), Indira Dwi Putri, Widya Yurnalis, Elfira sang konselor laktasi muda J, Rani Dewinta, Nuning Yuni.

* Ibu-ibu Fikom Unpad 2001 di BBM grup “Fikom moms”: tina, anty, ella, kiki, reta, nia, dahlia, aldha, atik, putri.

* Ibu-ibu mama perah tvOne: Mba Ovie, Gina, Nanda, Amel, Sarah, Dita. Terima kasih karena sudah membuat sesi memerah setiap hari menjadi menyenangkan. Terima kasih karena kita saling menguatkan di saat-saat sulit.

* Dan juga boss saya yang baik hati, Kang Wendiyanto Saputro yang mengikhlaskan saya menghilang sebanyak 2 kali sehari untuk memerah ASI. Juga tim Kabar Siang tvOne, maaf kalau saya sering menghilang buat memerah ASI.

Jadi, ini bukan semata keberhasilan saya. Dibutuhkan sebuah tim yang besar untuk mensukseskan program ASI eksklusif.

Dan terakhir, tentu saja terima kasih untuk anakku tercinta Shirin Rahmaniya Anarezi. Jika awalnya saya berniat untuk menyusui sambil mengajarkan kegigihan pada Shirin, ternyata pada akhirnya Shirin yang mengajarkan banyak hal pada saya. Mengajarkan bahwa hidup harus berjuang dan diperjuangkan. Dia mengajarkan saya kesabaran, disiplin, mental baja, dan semangat pantang menyerah. Sesungguhnya Shirin jauh lebih kuat daripada saya, dia selalu bisa melewati masa-masa sulit.

Saya bukan ibu yang diberi anugerah dengan ASI melimpah, tapi Tuhan memberi saya kalian semua sebagai anugerah. Tuhan Maha Adil, terima kasih karena telah memberi saya kesempatan untuk menyusui dengan sungguh-sungguh..semoga Engkau menghitung amalan ini sebagai jihad fisabillillah ya Allah. Usaha dengan segenap kesungguhan untuk menjalankan perintah-Mu.

Tussie Ayu

A freelance writer, a news correspondent, a Master of Communication student in Victoria University of Wellington.

Recommended Articles

11 Comments

  1. Teh, diriku meneteskan air mata bc tulisan ini :'( ak jg merasakan sulitnya menyusui krn lingkungan tidak mendukung. Makanya akhirnya memilih jalan jd konselor gabung dgn aimi, supaya bs jd salah 1 orang yg mendukung ibu2 yg mau kasih tetesan cinta ke bayinya..

    Sama2 ttep saling support ya. Perjuangan qt msh panjang *huggsssss*

    Ciyum buat Shirin 🙂

  2. Allah menciptakan makhluknya di dunia, pastinya juga sudah menyediakan rezekinya.
    Seperti juga baby, ASI itu akan mengikuti kebutuhan babynya.
    So, selalu yakin kalau ASI is the BEST, dan akan selalu cukup untuk Shirin.

    Untuk Shirin..selamat datang di dunia MPASI

    Untuk bunda, selamat berburu resep yach…

  3. Terharu..dan anda ibu yang hebat…salut. asi saya jg pas2an dan karena g tenang ngantor jg lebih pengn bareng baby..akhirnya saya resign…bisa tenang nyusuin n melihat prkembangannya tiap detik..btw salam kenal mbak

  4. yea… bertambah satu anak jenius lagi di indonesia.. 🙂
    asi always be the best & semoga selalu lancar asi-nya sampai shirin self weaning 😀

  5. halo moms..sya asih, baby sy Naza 6 bln, baru masuk MPASI juga…
    terharu euy baca tulisan in…alhmdulillah ASIX sy tidak sesulit bunda shirin…
    tetep semangat bun….
    go for ASI no SUFOR..
    mari teruskan perjuangan kita…heuheu

  6. salam kenal mba……..terharu dan sedih sekaligus lihat peristiwa tersebut dan data dari survey RISKESDA (Riset Kesehatan Dasar) 2010 hanya 15,3 persen ibu yg memeberi asi eklusive dan 71,3 persen ibu-ibu memeberikan bayi dengan susu formula.
    inilah potret ASI negara ini…..petugas kesehatan yg minim pengetahuan, pemerintah yang gak peduli dengan masalah ini…..jadi akn muncul dong generasi yg IQ nya Low batt alias bodoh……bagaiman nasib negara ini…..jadi curhat deh

  7. assalamu alaikum..
    Sedih banyak artikel ini. Sungguh perjuang seorang ibu tidak bisa dihargai dengan apapun yang ada didunia ini saking besarnya perjuangan ini.. Jadi ingat mama dirumah 😀 hehe

  8. Hallo Tussie, akupun ngalamin hal yg sama persis dgn Tussie, sampe skrgpun aku hrs trs berjuang provide ASI utk anakku, krn dia alergi sufor, kemanapun aku pergi selalu bawa cooler box walaupun musti berdiri berhimpitan di kereta setiap harinya. Bahkan pernah anakku ikut rapat karena stok ASI habis, sementara ibunya hrs rapat sampai malam, untung bos aku support. Sukses terus utk Tusi, anak cerdas pasti karena peran ibu cerdas…

    1. Makasih Mba Tantri. Skrg anakku sudah 2 tahun 3 bulan,sudah jadi profesor asi, dan sampai sekarang masih menyusui 😀 sekarang PRnya tinggal weaning with love. Semangat terus mba tantri, pasti bisa menyusui sampai 2 tahun 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *