Oleh: Tussie Ayu
(Bagian II dari IV Tulisan)
Sore itu hujan rintik-rintik. Tapi sama sekali tidak menyurutkan hasrat untuk berpetualang. Saya hampir saja bersedih, karena hujan menyambut kami di Praha. Saya memandang pada butir-butir hujan yang jatuh di jendela Hostel Prague One, berdoa pada Tuhan agar hujan segera berlalu.
Sambil menunggu hujan berhenti, saya mengelilingi hostel yang menjadi persinggahan kami akhir pekan itu. Hostel Prague One adalah penginapan murah yang sangat nyaman dan bersih. Hostel tidak sama dengan Hotel. Hostel adalah tempat bermalamnya para backpacker. Di hostel, kita harus berbagi kamar dengan orang lain.
Hostel Prague One ini menyediakan satu buah kamar besar untuk delapan orang. Rombongan kami terdiri dari enam orang, masih ada sisa dua tempat tidur yang kosong. Kami harus rela berbagi kamar dengan orang lain, jika ada yang mau menyewa dua tempat tidur kosong itu.
Meski harus berbagi kamar dengan banyak orang, namun Hostel ini sangat nyaman. Tempat tidur empuk, selimut bersih, kamar mandi bersih, dan tentunya dilengkapi dengan air hangat. Namun jangan harap ada berbagai fasilitas hotel seperti handuk, sabun dan shampoo. Kita harus membawa sendiri perlengkapan pribadi. Maklum, harga yang ditawarkan sangat murah untuk ukuran Eropa, hanya € 20 (Rp 290.000) per malam untuk satu orang.
Untunglah hujan sore itu tidak terlalu lama. Kami lalu berkemas, memakai mantel dan tidak lupa membawa payung. Dengan bersemangat, kami menyusuri jalanan di kota ini. Hampir seluruh jalan yang kami lewati adalah bebatuan. Khas sekali jalanan Eropa dari abad pertengahan. Jalan batu ini jarang saya temui di Berlin. Jadi saya sangat menikmati berjalan di atasnya sambil memperhatikan dengan seksama. Saya mereka-reka berapa usia jalan ini? Sudah berapa ribu kaki yang melewatinya?
Tujuan pertama adalah kastil Praha atau dalam bahasa setempat disebut Pražský hrad. Untuk masuk ke kastil ini, kita bisa memilih paket 2 jam dengan harga 250 koruna atau 6 jam dengan harga 350 koruna. Jika dibayar dengan Euro, harganya € 14 atau sekitar Rp 203.000! Sungguh mahal, kami hampir saja lemas. Tapi selalu ada harga khusus untuk pers. Dengan menunjukkan kartu pers, kami hanya perlu membanyar 10 koruna untuk 2 jam kunjungan, atau Rp 5.800 saja 😀
Saya dan teman-teman lalu bergegas untuk menjelajahi kastil tua ini. Dari kejauhan, Pražský hrad bagaikan Hogwarts yang saya saksikan di film Harry Potter. Bangunan itu luar biasa besar, warnanya kelabu kehitaman karena dimakan usia.
Ketika memasuki halamannya yang luas, kami disambut oleh air mancur tua lengkap dengan patung-patung yang mengelilinginya. Sesi foto pun tiba, saya berfoto-foto di setiap sudut kastil ini.
Kastil Praha ini termasuk salah satu kastil terbesar dan tertua di dunia. Pertama kali dibangun pada abad ke-9, tepatnya tahun 870 Masehi! Terdapat empat gereja, empat istana, lima taman dan delapan bangunan lainnya dalam kompleks ini. Satu hari penuh dijamin tidak akan cukup untuk mengelilinginya. Raja-raja Eropa memang sangat dimanjakan oleh kemewahan. Kemewahan gila-gilaan ini juga saya saksikan di kompleks kastil di Potsdam, Jerman.
Mengapa saya menyebutnya kemewahan yang gila? Karena semua kemewahan ini dibayar mahal oleh rakyat. Raja menikmati kesenangan dunia, sementara rakyat membanting tulang untuk kesenangan Rajanya. Kalian pasti sudah pernah membaca bagaimana Istana Versailles di Perancis dibangun di atas kesengsaraan rakyatnya. Begitu pula yang terjadi pada Kastil Praha dan Kastil Potsdam di Jerman. Sungguh, saya lebih memilih kesederhanaan yang wajar daripada kemewahan berlebihan yang mengorbankan rakyat.
Usai berkeliling di sekitar Kastil Praha, saya dan Van memasuki Basilica of St. George yang berada dalam kompleks kastil ini. Gereja-gereja di Eropa selalu membuat saya bergidik. Bangunannya selalu gelap, gothic, dan selalu ada peti jenazah para pendeta yang pernah mengabdi di dalamnya. Lukisan-lukisan di dalamnya indah dan berkesan mistis, seolah-olah mereka hidup dan menatap saya.
Selain kemewahan kastil dan gereja, ada hal lain yang menarik disini, yaitu pertokoan souvenir di kompleks Kastil Praha. Toko-toko penjual souvenir adalah bangunan kecil yang menyerupai gubuk. Pintunya sungguh pendek, mirip rumah para kurcaci. Bagi orang-orang yang berbadan tinggi, harus menunduk agar tak terbentur pintu bagian atas.
Souvenir yang dijual juga pastinya menggugah hasrat para penggila belanja. Ada satu set sendok dan cangkir yang terbuat dari perak, seperti yang saya lihat pada film-film bersetting abad pertengahan. Ada toko barang antik yang menjual alat musik kusam dan berdebu. Barang-barang antik itu sepertinya berasal dari waktu yang bahkan nenek kita belum diciptakan. Ada juga toko yang menjual sulaman-sulaman halus dan berwarna warni.
Tapi saya dan Van, teman saya yang berasal dari Vietnam, tentu saja tidak membeli apapun dari toko-toko ini. Kantong kami tidak cukup tebal untuk membelinya. Tapi ada satu toko yang akhirnya membuat kami belanja bagai orang kelaparan. Nama toko itu adalah “Manufaktura”. “Manufaktura” adalah toko yang menjual kosmetika “handmade” alami. Ada satu rak yang khusus menjual kosmetika berbahan dasar bir seperti sabun, shampoo, lotion dan beraneka macam perawatan tubuh lainnya. Menurut penjualnya, bir sangat baik bagi kulit. Tapi atas dasar keagamaan, saya tidak berani membelinya. Saya akan menunggu fatwa MUI dulu mengenai kehalalan kometika dengan bahan bir ini.
Lalu kami menghampiri rak lain yang menjual sabun beraneka warna. Sabun ini berbentuk seperti potongan puding berwarna warni. Saya dan Van penasaran dan mencium baunya. Kami langsung membelalak, baunya sungguh segar dan wangi. Dengan kalap, Van lalu memenuhi kedua tangannya dengan sabun-sabun itu. Saya terkesima, Van adalah lelaki tulen..apa perlunya dia membeli sabun imut dan wangi itu? “This is for my friends,” katanya.
Uhmmm…Van yang laki-laki saja tidak bisa menahan diri kala melihat sabun-sabun menggemaskan itu. Lalu tanpa menunggu waktu lagi, saya pun mengikuti jejak Van untuk memenuhi tangan saya dengan sabun-sabun itu.
Saya dan Van memang cocok sekali, kami sama-sama senang belanja. Tapi Van lebih gila daripada saya. Dia membeli tanpa memikirkan harga. Meskipun suka belanja, tapi saya hanya membeli barang-barang yang saya perlukan dengan harga yang masuk akal. Kami pun keluar dari toko “Manufaktura” dengan berseri-seri dan menenteng tiga kantong belanjaan. Van menenteng dua kantong, dan saya satu kantong. Kami senang sekali, meskipun saya tidak yakin apakah bagasi saya tidak akan kelebihan beban saat kembali ke Jakarta.
Kami lalu berjalan kembali mengitari taman-taman di kastil. Ternyata kastil ini berada di atas bukit. Halaman belakangnya adalah lembah. Dari halaman belakangnya, kami bisa melihat pemandangan kota Praha yang romantis. Charles bridge yang terkenal itu terlihat dari kejauhan. Manusia-manusia terlihat menyemut di sekitar jembatan tua itu. Saya tidak bisa mempercayai penglihatan saya, saya sedang ada di Praha! Benar-benar ada di Praha, benar-benar seindah impian.
Puas mengelilingi kastil, saya dan Van lalu menemui teman-teman yang lain di gerbang depan. Tujuan kami selanjutnya adalah…CHARLES BRIDGE!!!
Kami lalu menaiki tram. Dengan berbekal peta, kami turun di salah satu sudut kota yang saya sudah lupa namanya. Praha benar-benar kota yang antik, sejauh mata memandang adalah bangunan-bangunan tua. Saat ini kami bahkan belum tiba pada kawasan kota tua, tapi semua sudut kota ini sudah cukup tua menurut saya.
***
Cerita terkait: