Oleh: Tussie Ayu
(Bagian III dari IV Tulisan)
Kami sedikit kehilangan arah ketika menuju Charles Bridge, tapi saya tidak pernah bosan mengagumi penglihatan saya. Betapa genius manusia-manusia Eropa menciptakan arsitektur.
Kami berjalan kaki cukup jauh, hingga saya sedikit lelah. Lalu saya mampir di sebuah toko pizza dan membeli vegetarian pizza. Uhm..ukuran pizza Eropa memang jumbo. Hanya membeli sepotong saja sudah cukup mengenyangkan perut Asia saya. Saya lalu sibuk menggigiti pizza itu sambil berjalan keluar dari toko.
Abhi, teman saya yang berasal dari India kemudia memanggil saya,
“Tussie, let’s go! We are very near to Charles Bridge,” katanya.
Saya lalu melangkahkan kaki keluar dari toko. Dan betapa terperanjatnya saya melihat pemandangan yang hanya beberapa meter dari tempat saya berdiri. Sebuah jembatan tua berwarna kelabu membelah sungai yang dalam dan lebar. Jembatan itu menancapkan dengan kokoh kaki-kakinya dalam sungai yang mengalir deras. Di sisi kiri dan kanannya berbaris patung-patung raksasa. Patung-patung itu berwajah sendu, meratapi perjalanan Isa yang hendak disalib.
Saya tercengang, lalu berkata pada Abhi,
“Abhi, is this the real Charles bridge?”
Abhi tersenyum, lalu berkata,
“Yes, Tussie..This is the real Charles Bridge.”
Belum habis saya terpukau, sayup sayup terdengar alunan musik dari terompet, mengalunkan lagu indah yang tidak saya mengerti. Lalu saya berjalan mengikuti arah suara itu. Suara itu berasal dari jembatan yang menghubungkan dua buah kastil, tepat di depan Charles Bridge. Saya lalu menengadahkan kepala ke atas. Di jembatan itu terlihat tiga orang punggawa kerajaan, lengkap dengan baju, topi dan sepatu khas abad pertengahan. Mereka meniupkan terompet, bagaikan menyambut raja dan ratu yang akan datang ke kastil mereka.
Sekejap saya merasa bagaikan puteri dari negeri yang jauh, dan datang mengunjungi kerajaan ini. Lalu pengawal-pengawal kerajaan ini datang menyambut saya. Tapi pakaian saya jauh dari kesan puteri-puteri di negeri dongeng, jadi saya sudah cukup puas mendengarkan mereka bermain terompet saja.
Lalu dimulailah perjalanan menyusuri Charles Bridge. Charles Bridge (dalam bahasa Cek disebut Karlův most) mulai dibangun pada 1357, saat kepemimpinan Raja Charles IV. Jembatan ini selesai dibangun pada abad ke-15. Panjangnya 516 meter dan lebarnya hampir 10 meter. Terdapat 30 patung besar di sepanjang Charles Bridge.
Seperti kebanyakan bangunan abad pertengahan, arsitekturnya bergaya baroque. Pada abad ke-15, Charles Bridge adalah penghubung utama antara Kastil Praha dan Kawasan kota tua.
Ketika memulai perjalanan menapaki Charles Bridge, saya melihat Museum Frans Kafka di bawah jembatan. Abhi lalu memekik,
“That’s Frans Kafka’s Museum!!! We have to go there!!!”
Tapi saat ini hari sudah sore. Saya memperkirakan, Museum itu sudah tutup. Kami lalu memutuskan untuk menyusuri Charles Bridge dan kawasan kota tua saja.
Sepanjang Charles Bridge, banyak sekali penjual-penjual kaki lima. Kebanyakan dari mereka menjual anting-anting, kalung dan gelang yang terbuat dari kaca berwarna warni. Lalu ada juga seniman jalanan yang melukis langsung wajah-wajah siapapun yang mau membayarnya.
Tapi yang paling menarik adalah atraksi tuan Alex Omb Karena baru kali ini saya melihat langsung atraksi musisi gelas-gelas kaca. Tuan Alex Omb memainkan musik dari barisan gelas-gelas kaca. Gelas itu berisikan air, isi airnya berbeda-beda. Ada yang hanya berisi sedikit saja air, ada juga yang diisi hampir penuh. Melalui gelas-gelas itu, Tuan Alex Omb memainkan berbagai musik klasik macam Pour Elise, Symphony Number 9, Eine Kleine Nacht Music, dan banyak lagi. Suara musik itu begitu syahdu, seperti cuaca hari ini yang sedikit mendung. Ah, seandainya tunangan saya berada di sini saat ini…sempurnalah semuanya!
***
Cerita terkait: