Oleh: Tussie Ayu
Kencan…merasa sudah lama tidak mendengar kata ini? Mungkin ini adalah kosakata yang lebih lazim digunakan pada zaman ayah dan ibu kita berpacaran. Saya dan RJ, juga pernah membahas tentang definisi kencan. Apakah setiap pergi berdua dengan lawan jenis selalu disebut kencan? Ataukah, kencan adalah hanya pergi dengan kekasih?
Pergi pertama kali dengan RJ, saya sesungguhnya sudah lupa. Karena kami mengawali hubungan ini sebagai teman. Sudah tak terhitung berapa kali kami pergi bersama. Tapi kencan yang saya maksud disini adalah, janjian pergi pertama kali, setelah kami memutuskan untuk menjadi kekasih.
Pagi itu, Rabu 11 Oktober 2006, hanya sekitar 12 jam setelah kami jadian. Saya masih menggeliat di tempat tidur dengan malas. Tiba-tiba HP saya berbunyi, satu SMS masuk. SMS itu dikirimkan oleh Mayjen (Purn) Setya Purwaka, saat itu dia menjabat sebagai salah satu Deputi di Kementerian Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan. Dia mengirimkan pesan kesediaannya untuk saya wawancarai hari itu juga, pukul 10.00 WIB.
Saya langsung melonjak bangun. Saya ditugaskan untuk me-review dua tahun hasil kerja kabinet Indonesia Bersatu di bidang pertahanan dan keamanan. Situasi keamanan di Papua adalah salah satu poin yang harus diulas. Dan sejak beberapa hari lalu, saya sudah mengejar narasumber ini untuk janji wawancara.
Saya melihat penunjuk waktu. What!!! Sekarang sudah jam 09.00 WIB. Selambat-lambatnya dalam tempo satu jam ke depan, saya sudah harus berada di Jl. Medan Merdeka Barat. Saya lalu memeras otak saya untuk berpikir, bagaimana agar saya bisa sampai ke sana dari Rawamangun dalam waktu 30 menit? Aha! Saya tahu! Saya lalu menekan tombol-tombol di HP saya.
“Halo, RJ…lagi ngpain?”
“Halo…ugh…jam berapa niy?” kata RJ dengan suara sapinya.
“Ini jam 9. Baru bangun ya?”
“Iya, kenapa?”
“Gw barusan di-sms Deputi Menkopolhukam, katanya dia mau diwawancara hari ini. Lo mau ngga nganterin gw kesana.”
“Ok. Jam berapa?”
“Jam 10.”
“Haaa..jam 10? Ya udah, gw langsung berangkat. Ketemuan dimana?”
“Ketemu di kantor aja ya, ntar naik motor aja.”
“Ok.”
Secepat kilat, saya mandi dan ke kantor. Tak lama kemudian, RJ juga sampai. Lalu RJ membonceng saya naik motor, ngebut! Melewati mobil-mobil yang lambat bergerak, menikungi jalan, dan memacu kuda besi sekencang-kencangnya. Hasilnya? Kami sampai di kantor Menkopolkam pukul 09.45. Awesome!
Wawancara berjalan sekitar 45 menit. Sebelumnya, saya sudah mewawancarai Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono tentang embargo militer dari Amerika Serikat yang akhirnya berhasil dicabut. Dengan diwawancarainya Deputi Menkopolhukam ini, maka bereslah pekerjaan saya untuk edisi khusus itu. LEGA!
Usai wawancara, waktu masih menunjukkan pukul 11.00 WIB. Masih terlalu pagi untuk kembali ke kantor. Saya lalu menuju Ruang Pers Departemen Pertahanan, yang berada persis di sebelah kantor Menkopolhukam.
Di ruang pers, sudah ada Dimas Adityo, seorang reporter Tempo. Sebenarnya, saya masih malu untuk memperkenalkan pacar baru saya pada teman-teman. Tapi mau bagaimana lagi? Ini namanya situasi darurat, jadi mau tidak mau, RJ harus saya perkenalkan dengan Dimas.
Baru nongkrong-nongkrong sebentar di ruang pers, tiba-tiba kantor Menkopolhukam “diserbu” oleh mobil-mobil. Saya memanjat ke kursi di belakang ruang pers Dephan. Dari balik tembok, saya melihat mobil-mobil itu berpelat RI 16, RI 17, RI 18, satu buah mobil sedan hitam dengan logo empat bintang di pelatnya, dan satu buah mobil jeep dengan empat bintang di pelatnya.
Saya sudah hafal betul, itu adalah mobil Mendagri, Menlu, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri. RAKOR MENDADAK DI KANTOR MENKOPOLHUKAM, SERBUUUU!!! Tanpa komando lagi, saya pun langsung merangsek ke halaman kantor Menkopolhukam. Tak lama kemudian, teman-teman dari berbagai media pun memenuhi halaman kantor Menkopolhukam.
Saya sudah lupa, waktu itu rakor membahas tentang apa. Tapi kedatangan Menlu Nur Hassan Wirajuda hari itu, cukup menyita perhatian wartawan. Pasalnya, Menlu yang paling ganteng nomer dua di kabinet Indonesia bersatu ini sudah lama ngumpet dari media. Padahal banyak sekali isu-isu terkait hubungan luar negeri yang terjadi selama dia sembunyi.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya rakor selesai. Seperti biasa, rakor adalah ajang panen bertabur bintang bagi wartawan. Tapi saking banyaknya berita yang harus dipanen, seringkali kami kelabakan. Bayangkan, hari ini bintang tamunya adalah Mendagri, Menlu, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri. Tuan rumahnya adalah Menkopolhukam. Yang mana duluan yang harus diwawancarai? Terlambat sedikit saja, para bintang itu akan buru-buru masuk dalam sedan New Camry mereka dan ngacir meninggalkan wartawan yang gigit jari tanpa berita.
Hari itu, saya memilih untuk mengejar Menhan Juwono Sudarsono yang paling ganteng nomer satu di kabinet Indonesia Bersatu. Saya memilih untuk mengejar dia bukan karena dia ganteng. Saya memilih dia, karena saya lebih menguasai isu-isu pertahanan dibanding isu-isu lain. Saya sudah merelakan untuk melepas menteri-menteri lain. Kalau memang omongannya bagus, nanti kloning* saja sama wartawan lain. Ini kan kloning yang dihalalkan karena situasi darurat perang.
(*kloning = meminta salinan transkrip wawancara dari wartawan lain)
Usai wawancara sambil jalan (dorstop) dengan Pak Juwono, hampir semua menteri sudah kabur. Tapi saya masih melihat satu kerumunan besar. Ternyata Menlu Hassan Wirajuda masih berkenan untuk diwawancarai. Dan tepat di sebelah Menlu, saya melihat RJ sudah menyorongkan recordernya ke mulut Menlu Hassan. Ah, Thanx God. Pekerjaan saya hari ini terlihat begitu menyenangkan.
Beberapa menit kemudian, selesailah wawancara dengan Menlu. RJ lalu memberikan rekaman wawancara itu, dan saya yang menuliskannya menjadi berita. RJ lalu pulang ke kantor duluan. Sedangkan saya, masih menikmati nongkrong-nongkrong di ruang pers Dephan bersama wartawan lain.
Sore hari, saya kembali ke kantor. Lalu saya menonton televisi, channel Metro tv. Ternyata hasil wawancara dengan para menteri di kantor Menkopolhukam siang tadi sedang ditayangkan. Sekonyong-konyong, muncullah gambar wawancara Menlu Hassan Wirajuda…dan tentunya…lengkap dengan wajah RJ yang terlihat jelas menempel di sebelah Menlu!
Sementara itu, RJ, Dwi Fitria (Devi), Iwan Himawan dan Pak Budi Setyanto sedang berada di lantai 3. Mereka menonton acara yang sama. Devi spontan berkata,
“RJ, itu kan elo yang lagi di tv! Lo ngepain di kantor Menkopolhukam? Bukannya biasanya Tussie yang ngepos disana?”
RJ dengan gaya aktingnya yang buruk, menjawab gelagapan.
“Ah, ngga kok. Bukan gw, lo salah liat kali.”
Sampai sekarang, kami selalu tertawa kalau mengingat peristiwa ini. Sungguh kebohongan yang konyol.
***
Oke…cerita pertama tadi sebenarnya bukan kencan pertama. Itu cuma janjian pertama kali yang sebenarnya tidak diharapkan. Kencan yang sebenarnya adalah beberapa hari sesudah kejadian itu.
Waktu itu hari Sabtu, 14 Oktober 2006. Kami janjian untuk bertemu di Pondok Indah Mall, sore hari, sekalian buka puasa bareng. Seperti biasa, RJ selalu datang duluan. Saya sudah cukup lama mengidap penyakit ngaret akut. Jadi setiap kali bertemu, hampir selalu RJ yang menunggu. Menjelang buka puasa, hanya ada satu café yang masih menyisakan bangku kosong, yaitu Daily Bread.
Kami memesan dua mug teh hangat dan dua roti yang empuk. Hari itu biasa saja, hanya bertemu, makan dan ngobrol-ngobrol. Just like our ordinary culinary day. Hanya ada satu hal yang tidak biasa.
Sekira jam 9 malam, kami memutuskan untuk pulang. RJ memarkir motornya di PIM 2, sedangkan saya memarkir mobil di PIM 1. Lalu RJ menyetir mobil saya dan membawanya ke PIM 2 untuk mengambil motor. Sesaat sebelum dia turun dari mobil, dia membelai kepala saya seraya berkata, “Hati-hati ya…”
Lalu dia melihat pada mata saya dan mengecup lembut kening saya. Kemudian dia turun dari mobil.
Saya mematung selama beberapa detik. Darah saya rasanya terpacu dan berlomba untuk berlari ke kepala. Sel-sel darah merah itu berkumpul di sekitar pipi saya, dan membuatnya bersemu. Bulu-bulu halus di tengkuk saya bagaikan dikomando untuk berdiri serentak. Ratusan kupu-kupu seperti sedang beterbangan di dalam perut. Untunglah waktu itu sudah malam, jadi tidak ada seorang pun yang melihat keanehan tingkah itu.
Ada apa ini? Ini bukan ciuman pertama saya. Apalagi…kalau dipikir-pikir…ini cuma kecupan di kening. Seperti ciuman kakak pada adiknya. But…oh my Gosh, it felt like a first kiss. Sepanjang jalan dan nyetir mobil sendiri, saya masih merasakan reaksi-reaksi kimia itu. Apa yang terjadi pada saya? Masa siy seorang Tussie bisa begitu melayang hanya karena sebuah kecupan di kening? Ke mana perginya Tussie yang selalu cuek?
Setelah saya pikirkan, mungkin bukan hanya kecupan itu yang membuat saya begini. Penyebab utamanya adalah, saya sangat terkesan dengan cara dia mengecup saya. Itu membuat saya merasa dilindungi dan rasanya benar-benar nyaman.
Satu tips buat cowo-cowo, hal-hal kecil seringkali membuat perempuan senang, apalagi jika kalian tahu bagaimana cara melakukannya. Lakukanlah hal kecil dengan sempurna, dan tidak akan ada perempuan yang mau melepaskan kalian!
***
Cerita terkait:
Co Cwiiiiit… ^_^
Asyik namaku disebut…he…he. Iya Tuss, saat itu aku sama Iwan ngakak berat melihat RJ….he…he
hihihi..Pak Budi, namanya dicatut niy 😀